Pengertian, bentuk, faktor dan dampak Konflik

A. Pengertian Konflik
Pengertian konflik sangat banyak, dan juga menghasilkan makna yang beragam. Berikut pengertian-pengertian konflik menurut beberapa sumber:
  • Coser mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir atau dilangsungkan atau dieliminir saingannya
  • Di dalam kamus sosiologi yang di tulis Soerjono Soekanto konflik yaitu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan, tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.
  • Di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Konfliartinya percekcokan, perselisihan  dan pertentangan
  • Menurut   lawan konflik   diartika sebaga perjuanga untuk memperoleh  hal-hal  yang langka  seperti  nilai,  status,  kekuasaan  dan sebagainya dimana tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untk menundukkan pesaingnya. Konflik dapat diartikan   sebagai   benturan   kekuatan   dan   kepentingan   antara   satu kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber2 kemasyarakatan  (ekonomi,  politik,  sosial dan  budaya)  yang  relatif terbatas.
Jadi, dapat dipahami bahwa konflik yaitu proses perjuangan untuk mencapai tujuan (nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya) yang berupa percecokan, perselisihan dan pertentangan  antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok dengan cara memperoleh keuntungan dan menundukan lawannya.

B. Bentuk-bentuk konflik
        Bentuk-bentuk konflik, dapat kita klasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini:
     a. Berdasarkan sifatnya
  1. Konflik Destruktif. Yaitu konflik yang disebabkan rasa tidak senang, dendam, dan sejenisnya dari suatu individu atau kelompok.
  2. Konflik Konstruktif. Yaitu konflik yang disebabkan karena perbedaan pendapat dalam suatu permasalahan yang akan menghasilkan konsesus dari berbagai pendapat dan solusi.
    b. Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik

    1. Konflik Vertikal. Yaitu konflik antar komponen masyarakat di dalam satu struktur, misalnya antara atasan dengan bawahan di suatu perusahaan.
    2. Konflik Horizontal, Yaitu konflik antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang relatif sama. misalnya, konflik antar UKM di kampus.
    3. Konflik Diagonal. Yaitu konflik dikarenakan ketidakadilan alokasi sumber daya alam. 
C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Konflik
dalam buku Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial:  Teori,  Aplikasi,  dan  Pemecah Para sosiolog berpendapat bahwa akar dari timbulnya konflik yaitu adanya hubungan sosial, ekonomi, politik yang akarnya adalah perebutan atas sumber-sumber kepemilikan,  status  sosial  dan  kekuasaan  yang jumlah ketersediaanya sangat terbatas dengan pembagian yang tidak merata di masyarakat. Dalam bukunya tersebut penyebab konflik secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. Kemajemukan horizontal, yang artinya adalah struktur masyarakat yang mejemuk secara kultural, seperti suku bangsa, agama, ras dan majemuk sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi seperti petani,  buruh,  pedagang,  pengusaha,  pegawai  negeri, militerwartawan, alim ulama, sopir dan cendekiawan. Kemajemukan horizontal-kultural  menimbulkan   konflik   yang   masing-masing unsur   kultural   tersebut   mempunyai  karakteristik sendiri dan masing-masing penghayat budaya tersebut ingin mempertahankan karakteristik budayanya tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya  seperti  ini,  jika  belum  ada  konsensus  nilai  yang menjadi  pegangan  bersama,  konflik  yang  terjadi  dapat menimbulkan perang saudara.
  2. Kemajemukan vertikal, yang artinya struktur masyarakat yang terpolarisasi berdasarkan kekayaan, pendidikan, dan kekuasaan. Kemajemukan vertikal dapat menimbulkan konflik sosial kerena ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki kekayaan, pendidikan yang mapan, kekuasaan dan kewenangan    yang besar, sementara sebagian besar tidak atau kurang memiliki kekayaan, pendidikan rendah, dan tidak memiliki kekuasaan dan kewenangan. Pembagian  masyarakat  seperti  ini  merupakan  benih  subur  bagtimbulnya konflik sosial.
Konflik juga dapat disebabkan karena ketidakadilan, kecemburuan, dendam, persaingan, kesalah pahaman, perebutan kekuasaan, keinginan akan sesuatu hal yang sama, dan ketidakpuasan.
D. Dampak Konflik
Konflik bisa berdampak positif ataupun negatif terhadap individu atau kelompok yang berkonflik. untuk itu, dampak konflik dibagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif.
  1. Dampak Positif. Dengan adanya konflik akan membuat persaudaraan antara individu atau kelompok semakin kuat. karena disaat konflik individu atau kelompok saling memahami kekurangan dan kelebihan masing-masing sehingga antara yang berkonflik saling mengenal satu sama lain.dampak ini terjadi jika yang berkonflik berdamai. konflik juga menimbulkan solidaritas dalam suatu kelompok semakin kuat. Karena, setiap individu dalam kelompok saling menguatkan sama lain untuk melawan kelompok lain yang berkonflik.
  2. Dampak Negatif. dampak negatif konflik diantaranya: pertama, permusuhan, dendam, perpecahan, dan hancurnya nilai-nilai dan norma.
E. Upaya-upaya Untuk Mengatasi Konflik
Menurut Nasikun, bentuk-bentuk pengendalian konflik ada empat yaitu:

  1.  Konsiliasi (conciliation). Pengendalia semaca ini   terwujud   melalui   lembaga-lembaga tertentu  yang  memungkinkan  tumbuhnya  pola  diskusi  dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan  mengenai  persoalan-persoalan  yang  mereka pertentangkan.
  2. Mediasi (mediation). Bentuk pengendalian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama sepakat untk memberikan nasihat- nasihatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka.
  3. Arbitrasi berasal dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, denga seorang   hakim   (arbiter sebaga pengambi keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi.
  4. Perwasitan. Di  dalam  hal  ini  kedua belah pihak  yang bertentangan  bersepakat untuk memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian, konsep dasar, unsur, wujud, dan kerangka Kebudayaan